Syarat memilih sahabat, sahabat sepanjang hayat.
Sebelum menjatuhkan pilihan pada seseorang untuk diangkat
sebagai pembantu atau kawan, maka seeloknya kita melakukan
ujian. Memilih seorang juru masak, kita perlu mengujinya terlebih
dahulu sebelum dia benar-benar layak diangkat. Imam Abdullah bin Alwi
Al-Haddad mengatakan: “Jika engkau ingin memilih seorang manusia
mengikut keperluan dirimu, maka ujilah dengan perkara yang dengannya ia
layak untuk dipilih.”
Terlebih dalam memilih teman pergaulan.
Kita lihat, apakah ia teman yang pantas diajak bersahabat atau hanya
akan menjadi penolong yang kemudian merosakkan diri kita. Sikap tidak
kesah tanpa ujian, akan mendatangkan penyesalan. Lihat apakah ia
seorang yang terpercaya, jujur, dan sebagainya.
Imam Ghazali membuat lima syarat sebagai syarat layak tidaknya ia diangkat sebagai teman:
Pertama, Uji
akalnya. Mengapa? Akal adalah modal utama dalam meraih keberuntungan.
Sebaliknya, kebodohan adalah sebuah kerugian. Seorang yang berusaha
mengemudikan kendaraan tanpa memiliki kecakapan, ia akan terperosok,
melukai orang lain.
Seorang pembantu yang tidak pintar, akan
memberikan pisau pada seorang Balita yang merengek-rengek meminta pisau.
Tanpa ada akal yang membimbingnya, si pembantu tersebut betul-betul
memberikannya. Akibatnya, berdarah-darah.
Oleh karena itu, Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan:
“Jangan kamu berteman dengan orang yang bodoh
Berhati-hatilah
Banyak orang yang pandai, jatuh karena orang yang bodoh.”
Kedua, Uji
Budi pekertinya. Betapa banyak, mereka yang cerdas secara intelektual
tapi tidak berakhlak. Pandai namun melakukan rasuah, menipu, rasak
moralitinya.
Mungkin ia cerdas, mempunyai gelar akademik yang
berjela di belakang namanya, tapi ia tidak boleh mengelola emosi dan
syahwatnya.
Nilai manusia terletak pada akhlak bukan pada
ketampanan dan wajah yang rupawan. Allah memuji Nabi SAW. bukan dari
segi ketampanannya meski beliau manusia paling tampan; bukan pada bau
harumnya meski beliau membawa bau harum di mana beliau berada. Allah
berfirman:
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Qs. Al-Qalam: 04)
Seperti
itulah nilai keagungan Nabi, yaitu akhlak. Sebotol minyak wangi
harganya boleh melonjak tinggi sebab ia membawa wewangian. Semakin
harum, semakin mahal nilainya. Akhlak merupakan nilai standard diri
seorang manusia.
Ketiga, Perbuatannya.
Artinya, jangan mencari kawan, pembantu, atau pegawai yang fasik,
melanggar ajaran Allah. Carilah seorang yang taat pada Allah dan hindari
orang-orang yang gemar bermaksiat. Allah berfirman:
“Maka
berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan
Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.” (QS. An-Najm: 29)
“Maka
sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang
tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya,
yang menyebabkan kamu jadi binasa”. (QS. Thaha: 16)
Ketika
kita berteman dengan orang fasik, lunturlah nilai sebuah kesolehan.
Ketika kita berani menjalin hubungan persahabatan dengan penagih dadah,
kitalah akan menjadi korban berikutnya. Ketika orang yang sihat
berkumpul dengan orang yang sakit, orang yang sihatlah yang akan terkena
jangkitannya.
Keempat, Akidahnya.
Jangan berkumpul dengan ahli bid`ah. Di saat ramainya lalu-lintas
aliran sesat, tentu mengangkat seseorang sebagai pemimpin, teman, atau
pembantu, mesti melihat dan meneliti akidah yang diyakininya. Jika
tidak, tidak menutup kemungkinan, ia akan menyebarkan virus kesesatannya
pada keluarga dan masyarakat sekitar. Menimbulkan kegaduhan dan
ketidakselesaan.
Kelima, Cintanya
pada dunia. Jangan cari teman yang cinta dunia, tamak, dan rakus
terhadap dunia. Dua ciri khas orang tamak: ia enggan membantu orang lain
yang berada dalam kesusahan dan kedua, ia selalu berusaha menambah
kenikmatan duniawinya meski untuk itu harus mengambil hak dan martabat
orang lain.
Orang tamak tak mau merugi, namun senantiasa mengail
keperluan di balik keluh-kesahnya kala ia didera derita. Ia memutus
harapan. Demi kepentingannya, ia akan mengorbankan pihak lain dengan
berbagai cara. Licik adalah nafas hidupnya.
Habib Abdurrahman As-Saggaf mengajarkan sebuah prinsip:
“Jika
kamu menilai manusia seperti serigala, maka jangan kamu menjadi domba
untuk dimakan olehnya. Jika kamu melihat orang yang lugu, maka jangan
kamu memakannya.”
Jangan jadi penjahat dan jangan mau
dijahati, jadilah orang yang pandai memberikan manfaat, tapi jangan
dimanfaatkan oleh orang untuk kepentingan yang tidak baik. Wallahualam…
"tiada KEREHATAN bagi SEORANG PEJUANG melainkan KEMATIAN"